Jakarta, RN - Pemerintah Indonesia mulai gerah dengan kampanye negatif terhadap produk minyak kelapa sawit Indonesia di Eropa. Kementerian Perdagangan pun mengancam membalas aksi Uni Eropa itu dengan menyetop impor produk susu bubuk dan wine (minuman beralkohol).
Kemdag juga mengancam akan menghentikan ekspor crude palm oil (CPO) ke benua biru tersebut. Ancaman itu dilontarkan Menteri Perdagangan (Mendag), Enggartiasto Lukita saat melakukan konferensi pers Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2017 di Nusa Dua, Bali, Jumat (3/11/20171).
Menteri dari Partai Nasdem ini menilai tekanan terhadap minyak sawit Indonesia sudah tergolong diskriminatif. "Saya sampaikan kepada Eropa mereka memulai trade war dan saya bilang juga akan begitu," ujar Enggartiasto.
Mendag mengancam akan melakukan hal serupa untuk industri susu bubuk. Alasan serupa dapat digunakan dalam rangka melindungi petani Indonesia. Nantinya Kemdag akan mendorong importir untuk menyerap produksi dalam negeri. Meskipun negara tidak bisa menghapus negara sumber produk, tapi para pengusaha bisa menyetop impor dari Eropa, hingga tidak ada aturan yang dilanggar.
Selain itu, dalam rangka melindungi industri sawit dari kampanye negatif, Enggar bilang telah melakukan upaya diplomasi. Dalam hal hubungan antar negara, Enggar telah mengirimkan surat kepada parlemen Uni Eropa.
Selain itu, Kemdag juga aktif membuka pasar baru. Saat ini ada tiga perjanjian yang dibuat dan ditargetkan akan mencapai 13 perjanjian baru dengan sejumlah negara untuk mengekspor CPO. Dari total 16 perjanjian, diharapkan 10 perjanjian terlaksana.
Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan mengatakan untuk mengatasi kampanye negatif terhadap sawit, pemerintah perlu membuka pasar baru di luar Uni Eropa dan AS. "Pemerintah bisa mendorong pembukaan pasar baru minyak sawit dan biodiesel ke China dan negara-negara Timur Tengah," ujarnya
Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Fadhil Hasan mengatakan meskipun dibayangi kampanye negatif terhadap produk CPO. Tapi konsumsi minyak sawit dunia tahun 2018 diperkirakan akan lebih tinggi dibandingkan dengan angka di tahun sebelumnya.
"Konsumsi dunia sudah meningkat sekitar 5,3%. Penyebabnya adalah kenaikan pendapatan, populasi, daya saing, serta penggunaan biofuel," ujar Fadhil.
Ia menambahkan, ada beberapa hal yang akan menjadi faktor kunci dalam mempengaruhi harga CPO. Pertama, rencana parlemen Uni Eropa untuk menghentikan biodiesel berbasis kelapa sawit di 2021. Kebijakan itu akan menurunkan permintaan harga sawit, dan otomatis, harga.
Kedua, penerapan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) oleh Amerika Serikat (AS). Kebijakan yang akan efektif berjalan pada Juli 2018 itu juga akan menghambat pertumbuhan harga.
Ada kemungkinan negara-negara lain melakukan kebijakan serupa. Ambil contoh Rusia yang meningkatkan standar bagi produk CPO dari Indonesia yang masuk ke pasar negerinya.
India juga menaikan bea masuk bagi produk CPO dan turunannya. Harga CPO pada tahun 2018 juga dipengaruhi oleh produk minyak nabati lain. Fadhil memprediksi harga CPO tahun depan bisa stabil dan menurun sedikit dibandingkan 2017. Estimasi harga CPO 2018 berkisar US$ 710 hingga US$ 720 per ton di bursa Roterdam.
Sementara Joni Wintarja, analis NH Korindos Sekuritas mengatakan harga CPO tahun 2018 cenderung stagnan. Pasalnya, kebijakan moratorium perluasan perkebunan kelapa sawit bagi korporasi turut menahan harga di 2018. "Jadi harusnya level harga CPO dan turunnya stagnan di sekitar harga yang berlaku saat ini," ungkapnya.
Kemdag juga mengancam akan menghentikan ekspor crude palm oil (CPO) ke benua biru tersebut. Ancaman itu dilontarkan Menteri Perdagangan (Mendag), Enggartiasto Lukita saat melakukan konferensi pers Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2017 di Nusa Dua, Bali, Jumat (3/11/20171).
Menteri dari Partai Nasdem ini menilai tekanan terhadap minyak sawit Indonesia sudah tergolong diskriminatif. "Saya sampaikan kepada Eropa mereka memulai trade war dan saya bilang juga akan begitu," ujar Enggartiasto.
Mendag mengancam akan melakukan hal serupa untuk industri susu bubuk. Alasan serupa dapat digunakan dalam rangka melindungi petani Indonesia. Nantinya Kemdag akan mendorong importir untuk menyerap produksi dalam negeri. Meskipun negara tidak bisa menghapus negara sumber produk, tapi para pengusaha bisa menyetop impor dari Eropa, hingga tidak ada aturan yang dilanggar.
Selain itu, dalam rangka melindungi industri sawit dari kampanye negatif, Enggar bilang telah melakukan upaya diplomasi. Dalam hal hubungan antar negara, Enggar telah mengirimkan surat kepada parlemen Uni Eropa.
Selain itu, Kemdag juga aktif membuka pasar baru. Saat ini ada tiga perjanjian yang dibuat dan ditargetkan akan mencapai 13 perjanjian baru dengan sejumlah negara untuk mengekspor CPO. Dari total 16 perjanjian, diharapkan 10 perjanjian terlaksana.
Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan mengatakan untuk mengatasi kampanye negatif terhadap sawit, pemerintah perlu membuka pasar baru di luar Uni Eropa dan AS. "Pemerintah bisa mendorong pembukaan pasar baru minyak sawit dan biodiesel ke China dan negara-negara Timur Tengah," ujarnya
Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Fadhil Hasan mengatakan meskipun dibayangi kampanye negatif terhadap produk CPO. Tapi konsumsi minyak sawit dunia tahun 2018 diperkirakan akan lebih tinggi dibandingkan dengan angka di tahun sebelumnya.
"Konsumsi dunia sudah meningkat sekitar 5,3%. Penyebabnya adalah kenaikan pendapatan, populasi, daya saing, serta penggunaan biofuel," ujar Fadhil.
Ia menambahkan, ada beberapa hal yang akan menjadi faktor kunci dalam mempengaruhi harga CPO. Pertama, rencana parlemen Uni Eropa untuk menghentikan biodiesel berbasis kelapa sawit di 2021. Kebijakan itu akan menurunkan permintaan harga sawit, dan otomatis, harga.
Kedua, penerapan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) oleh Amerika Serikat (AS). Kebijakan yang akan efektif berjalan pada Juli 2018 itu juga akan menghambat pertumbuhan harga.
Ada kemungkinan negara-negara lain melakukan kebijakan serupa. Ambil contoh Rusia yang meningkatkan standar bagi produk CPO dari Indonesia yang masuk ke pasar negerinya.
India juga menaikan bea masuk bagi produk CPO dan turunannya. Harga CPO pada tahun 2018 juga dipengaruhi oleh produk minyak nabati lain. Fadhil memprediksi harga CPO tahun depan bisa stabil dan menurun sedikit dibandingkan 2017. Estimasi harga CPO 2018 berkisar US$ 710 hingga US$ 720 per ton di bursa Roterdam.
Sementara Joni Wintarja, analis NH Korindos Sekuritas mengatakan harga CPO tahun 2018 cenderung stagnan. Pasalnya, kebijakan moratorium perluasan perkebunan kelapa sawit bagi korporasi turut menahan harga di 2018. "Jadi harusnya level harga CPO dan turunnya stagnan di sekitar harga yang berlaku saat ini," ungkapnya.
Komentar Anda