Tentang Kami

BERITA HOT

RUBRIKASI

Terhalang Naik Pangkat, UU Guru dan Dosen Diuji

Dosen Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Suharto selaku Pemohon prinsipal saat menyampaikan pokok-pokok permohonan perkara pengujian UU Guru dan Dosen, Kamis (2/11) di Ruang Sidang Pleno Gedung MK
Jakarta, RN - Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UU Guru dan Dosen) kembali diujikan ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (2/11) siang. Dosen Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Suharto tercatat sebagai Pemohon Perkara Nomor 87/PUU-XV/2017 yang menguji Pasal 48 ayat (3) UU a quo.

Pemohon merasa hak konstitusionalnya terlanggar dengan berlakunya Pasal 48 ayat (3) UU Guru dan Dosen. Pasal a quo menyebutkan, “Persyaratan untuk menduduki jabatan akademik profesor harus memiliki kualifikasi akademik doktor.” Menurut Pemohon, keberlakuan pasal tersebut menghalanginya untuk naik pangkat.

“Kami bekerja sudah hampir 30 tahun dan terhalang karena undang-undang yang saya ujikan ini. Adanya undang-undang ini, praktis kami tidak bisa naik pangkat. Sehingga timbul tanda tanya, orang-orang seperti kami tidak bisa naik pangkat karena terbentur undang-undang itu,” urai Suharto.

Dikatakan Suharto, menurut hasil penelitian, kenaikan pangkat atau jabatan itu memiliki implikasi yang sangat luas terhadap kesejahteraan dosen. “Penelitian kami menunjukkan bahwa tingkat kinerja sistem nasional itu berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan tenaga pengajar. Termasuk juga di dalamnya guru, dengan sendirinya posisi dari dosen itu sendiri,” ungkap Suharto.

Suharto menyebut pasal yang diujikan bersifat diskriminatif dan multitafsir. Ia mengemukakan ketidakjelasan tafsir ‘kualifikasi’ menyebabkan kesalahpahaman yang merugikan Pemohon. “Penafsiran yang macam-macam itu dalam istilah secara umum itu, seperti yang disebut dengan terjadinya misunderstanding terkait dengan pengelolaan negara. Terutama di bidang pendidikan dan khususnya pendidikan tinggi sehingga ini terjadi inefisiensi,” jelas Suharto.

Untuk itulah, dalam petitumnya, Pemohon meminta agar keberlakuan Pasal 48 ayat (3) UU Guru dan Dosen dibatalkan dan dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945.

Nasihat Hakim

Terhadap dalil-dalil Pemohon, Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul menanggapi soal kedudukan hukum Pemohon. “Kedudukan hukum Bapak sebagai Pemohon harus diuraikan. Apa yang menjadi kerugian konstitusional dari Bapak untuk mengajukan permohonan ini yang ada hubungannya dengan hak yang ada di pasal Undang-Undang Dasar Tahun 1945,” ucap Manahan.

Selain itu, Manahan menyoroti alasan permohonan Pemohon. Ia menyarankan agar Pemohon lebih menguraikan kerugian konstitusional yang dialaminya. “Alasan permohonan ini juga diuraikan dalam permohonan ini dengan jelas dan dielaborasi. Sehingga jelas apa yang dimaui oleh Bapak. Misalnya, Pasal 48 ayat (3) itu supaya dimaknai seperti ini atau dihilangkan sama sekali. Itu mesti jelas dalam alasan permohonan ini,” kata Manahan.

Sementara itu, Hakim Konstitusi Suhartoyo menilai sistematika permohonan Pemohon sudah sesuai dengan konstruksi permohonan di Mahkamah Konstitusi. Kemudian mengenai kedudukan hukum Pemohon, Suhartoyo menasehati Pemohon agar memilih dan memasukkan putusan-putusan MK dalam kedudukan hukum dan dikaitkan dengan kerugian konstitusional yang dialami Pemohon. 

Sumber: Laman Resmi Mahkamah Konstitusi
Bagikan

Radio Nasional

Komentar Anda